Konsentrasi Penduduk di perkotaan makin tinggi, pada tahun 2000 separuh (50%) penduduk dunia sudah tinggal di perkotaan. Hirarkinya kota sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sehingga menjadikan kota kecil menjadi mega/metropolitan. Kota metro sebagai kota PKN memiliki fungsi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional; mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya; menjadi pusat jasa, pengolahan, juga sebagai simpul yang melayani beberapa propinsi dan nasional. Sebagai contoh yang sekarang sudah terjadi di wilayah Jawa bagian barat, khususnya di wilayah Jabodetabek dan Banten.
'Wilayah Jabodetabek dan Banten Sebagai Kota Metropolitan' |
Untuk menunjang pertumbuhan dan berjalannya fungsi perkotaan metropolitan diperlukan pengembangan prasarana perkotaan yang terpadu secara spasial antardaerah (bekerjasama) karena pengembangan prasarana harus dilakukan melalui pendekatan yang sifatnya menerus, tidak terputus oleh batasan administratif. Berikut merupakan contoh pentingnya keterpaduan spasial antardaerah dalam pembangunan prasarana dan dampaknya: pertama, timbulnya kemacetan sehingga menyebabkan biaya ekonomi dan sosial meningkat. Kedua, munculnya masalah banjir akibat tidak adanya koordinasi spasial dalam penataan ruang perkotaan metro. Ketiga, masalah penentuan lokasi TPA sampah regional yang difungsikan untuk menampung sampah penduduk perkotaan metro mengingat terbatasnya ketersediaan lahan di kota. Keempat, dalam pengadaan air bersih yang masih bergantung kepada ketersediaan air baku.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kerjasama antardaerah di dalam pembangunan prasarana perkotaan metropolitan adalah aspek pembiayaan. Aspek pembiayaan menjadi penting karena berjalannya otonomi desentralisasi yang mengakibatkan tingginya peran daerah dalam pembangunan, daerah dalam era otonomi lebih cenderung memikirkan daerah sendiri sehingga kerjasama antardaerah dianggap kelemahan, makin terbatasnya sumber keuangan negara sehingga berimbas ke daerah, terdapat ketimpangan kemampuan pembiayaan antara kota induk dengan wilayah sekitar sehingga perlu dipertimbangkan pola sharing pembiayaan pembangunan prasarana.
Dalam pembangunan prasarana perkotaan hendaknya dipenuhi beberapa kriteria yaitu :
- Berwawasan jangka panjang sesuai dengan ciri sistem jaringan prasarana;
- ijadikan alat pengendalian pertumbuhan kota dan perkotaan baik sebagai perangsang ataupun penghambat;
- Memiliki keterkaitan erat dengan realitas pemanfaatan sumber daya (rasional);
Praktis artinya sederhana, efisien dan dapat direplikasi dan kelayakan bagi masyarakat; - Ttransparansi/keterbukaan.
Adapun permasalahan yang timbul dalam pembangunan prasarana perkotaan metropolitan yaitu ketidakterpaduan antara rencana pemanfaatan lahan dan rencana pengembangan prasarana, masalah kelembagaan yang menangani pembangunan prasarana, belum terjalin secara menerus keterkaitan antarjenis prasarana dan terlalu banyaknya permasalah yang ditemui dari segi pembiayaan.
Faktor-faktor pertimbangan dalam pengelolaan pembiayaan pembangunan prasarana di perkotaan metropolitan :
- Sistem anggaran yang bersifat tahunan dan sektoral;
- Rencana induk pengembangan prasarana sehingga terdapat kesatuan arah dengan pengembangan tata ruang;
- Terdapatnya badan atau institusi pengelola;
- Dalam pola pembiayaan perlu ditentukan pola sharing antardaerah dalam pembiayaan pembangunan, peningkatan privatisasi dan swadaya dengan melibatkan pihak swasta dan masyarakat, subsidi silang antar sektor, alokasi sistem perpajakan menurut jenis prasarana agar mendorong dan meningkatkan kinerja pelayanan prasaraan perkotaan;
- Dasar hukum kerjasama pemerintah swasta sehingga mampu menjamin rasa aman berinvestasi yang dilakukan oleh pihak swasta.
Pengelolaan pembiayaan pembangunan prasarana perkotaan metropolitan perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu sehingga perlu adanya perubahan paradigma pembangunan dan pertimbangan atas faktor-faktor dalam pengelolaan pembiayaan pembangunan prasarana di perkotaan metropolitan.