Tradisi Debus

"menggigit besi yang panas membara"
Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam, kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim. Karena dalam prakteknya kesenian ini memperlihatkan adegan dimana seseorang yang dengan sengaja menyakiti tubuh mereka sendiri. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri banyak dipertontonkan  untuk acara kebudayaan, upacara adat ataupun hiburan. Sejarahnya Debus merupakan kesenian asli masyarakat Banten yang diciptakan pada abad ke-16, yaitu tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570), dalam rangka penyebaran agama Islam..Agama Islam diperkenalkan ke Banten oleh Sunan Gunung Jati, salah satu pendiri Kesultanan Cirebon, pada tahun 1520, dalam ekspedisi damainya bersamaan dengan penaklukan Sunda Kelapa. 

Kemudian, ketika kekuasaan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah Belanda. Apalagi, di masa pemerintahannya tengah terjadi ketegangan dengan kaum pendatang dari Eropa, terutama para pedagang Belanda yang tergabung dalam VOC. Kedatangan kaum kolonialis ini disatu sisi membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun disisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata, yaitu terjadinya percampuran akidah dengan tradisi pra-Islam. Hal ini yang terdapat pada kesenian debus.

Permainan debus merupakan bentuk kesenian yang dikombinasikan dengan seni tari, seni suara dan seni kebatinan yang bernuansa magis. Kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, atau untuk hiburan masyarakat. Pertunjukan ini dimulai dengan pembukaan (gembung), yaitu pembacaan sholawat atau lantunan puji-pujian kepada Nabi, dzikir kepada Allah, diiringi instrumen tabuh selama tiga puluh menit. Acara selanjutnya adalah beluk, yaitu lantunan nyanyian dzikir dengan suara keras, melengking, bersahut-sahutan dengan iringan tetabuhan. Bersamaan dengan beluk, atraksi kekebalan tubuh didemonstrasikan sesuai dengan keinginan pemainnya. Seperti : menusuk perut dengan tombak tanpa luka, mengiris anggota tubuh dengan pisau atau golok, memakan api, memasukkan jarum kawat ke dalam lidah/pipi sampai tebus tanpa mengeluarkan darah, mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tapi dapat disembuhkan seketika itu juga hanya dengan mengusapnya, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulitnya tetap utuh. Selain itu juga ada atraksi menggoreng kerupuk atau telur di atas kepala, membakar tubuh dengan api, menaiki atau menduduki tangga yang disusun dari golok yang sangat tajam, serta bergulingan di atas tumpukan kaca atau beling. Atraksi ini diakhiri dengan gemrung, yaitu permainan alat-alat musik tetabuhan.

Terlepas dari aspek di atas, tradisi kedaerahan seperti debus mengambil peran di kehidupan bermasyarakat, diantaranya:
  1. Kesenian debus sebagai potensi wisata, yang merupakan ciri daerah bangsa Indonesia.
  2. Untuk melestarikan/menjaga seni budaya daerah yang semakin lama semakin hilang.
  3. Sebagai simbol atau ciri khas dari sebuah daerah.
"menggunakan gigi untuk menguliti kelapa"

Pada saat ini banyak pendekar debus bermukim di Desa Walantaka, Kecamatan Walantaka, Kab. Serang. 
Namun sayangnya keberadaan debus makin lama kian berkurang, dikare
nakan para pemuda lebih suka mencari mata pencaharian yang lain. Diharapkan Pemerintah lebih peduli terhadap aset 
milik daerah seperti kesenian debus ini, agar kelak nanti tradisi daerzah Banten ini tidak lenyap di telan oleh waktu. 
  


Download here : Word and Power Point