Aksi demonstrasi besar-besaran yang
dilakukan sejak 25 Januari 2011 silam ini diawali dengan muaknya
masyarakat atas keadaan negara dibawah pimpinan sang presiden, Hosni
Mubarak.
Keadaan Mesir dirasakan semakin carut marut. Sikap
otoriter yang diusung Mubarak seakan tidak memperbaiki apapun. Malah
memperburuk keadaan. Harga pangan yang melambung tinggi, pengangguran
meningkat, tidak ada kebebasan berbicara, hingga kemarahan rakyat atas
tindakan korupsi yang merajalela. Selama 32 tahun menjabat sebagai
kepala negara, Mubarak diduga telah melakukan banyak tindakan korupsi.
Apalagi mengingat bahwa istri beliau sudah masuk dalam klub miliarder
sejak 2000 silam.
Kedua anaknya juga memiliki sejumlah
proertip, real estate, hingga kapal pesiar. Dan jumlah kekayaan anak
petani ini mencapai angka 360 triliun selama dirinya memegang kendalis
ebagai presiden. Namun dalam pemerintahan Mubarak, keadaan di
Mesir memang cenderung menjadi stabil. Sejak berkuasa pada tahun 1981,
Mubarak membangun hubungan baik dengan negara-negara Barat dan Israel.
Namun di balik kestabilan yang dicapainya,korupsi, kemiskinan dan
penindasan oleh negara tumbuh subur di negara Afrika Utara itu.
Berikut
ini adalah kronologis kerusuhan di Mesir
Januari 2011
kesadaran aktivis bahwa selama ini keadaan di Mesir sangat kacau
muncul. Para aktivis pun mengajak seluruh rakyat untuk turun ke jalanan
dan melakukan berbagai kegiatan seperti pemberantasan kemiskinan,
korupsi, dan menggulingkan otoriter presiden yang telah menjabat selama
tiga dekade tersebut.
25 Januari 2011. Tanggal 25 ini merupakan
peringatan ulang tahun kepolisian. Dan rakyat Mesir memperingatinya
dengan turun ke jalanan dalam jumlah masa dan menyebutnya sebagai The
Day of Anger (Hari Kemarahan). Protes terjadi di seluruh jantung Mesir.
Polisi bahkan menembakan gas air mata, meriam air, dan peluru karet
untuk menenangkan para demonstran. Jam malam (18.00 -7.00) mulai
diberlakukan di negara piramida ini.
26
Januari 2011. Bentrokan kembali terjadi. seorang saksi mata mengatakan
bahwa peluru tajam telah ditembakkan. Bahkan Mubarak telah memberikan
perintah untuk tembak di tempat jika diperlukan.
27
Januari 2011. Seorang mantan kepala pengawas nuklir PBB, Mohamed
ElBaradei, kini bergabung dengan para aktivis. Ratusan orang telah
ditangkap. Dan sisanya tetap berseru “Turunlah Mubarak!” Bentrokan
kembali terjadi. Baku tembak dan darah mengalir di mana-mana. Jaringan
Facebook, Twitter, dan Blackberry Messenger terganggu.
28
Januari 2011. Jaringan Internet dan Short Massage Service (SMS) mati
total.
Hingga berita ini diturunkan, di Mesir masih terjadi
bentrokan yang mengakibatkan sedikitnya 150 orang tewas dan ribuan
lainnya luka-luka, baik dari pihak demonstran maupun dari pihak yang
berwajib.
Kabarnya, jaringan internet, SMS, dan telepon diputus
karena para aktivis tersebut menyebarkan ajakan mereka untuk mengkudeta
pemerintahan dilakukan lewat media masa tersebut.
Di dalam tubuh demontran ini
terbagi menjadi dua. Ada yang protes karena digerakkan oleh salah
seorang tokoh Mesir, Mohamed ElBaradei -mantan bos badan atom PBB,
IAEA. Atau di sisi lain memberontak untuk memperkuat barisan
demonstrasi gerakan berpengaruh berhaluan Islam, Ikhwanul Muslimin.
Bentrokan
yang tak kunjung usai ini pun mulai meresahkan para warga yang tidak
ikut berpartisipasi. Toko-toko di jalanan habis dijarah. Museum dan
tempat-tempat bersejarah lainnya juga ikut dirusak massa. Bahkan
kepolisian menjaga ketat beberapa warisan kebudayaan seperti piramida
dan sphynx.
”Ini akhir kebungkaman, kebisuan, kepasrahan atas
perkembangan di negara kami”
Lalu bagaimana dengan nasib WNI di
Mesir?
Data terakhir Kementerian Luar Negeri menyebutkan, Warga
Negara Indonesia yang berada di Mesir sebanyak 6.149 orang, terdiri
dari 4.297 mahasiswa, 1.002 tenaga kerja, dan staf KBRI serta
keluarganya. Saat ini, mereka membangun komunikasi di 20 posko.
Pemerintah
bahkan telah menyediakan pesawat dari maskapai Garuda Indonesia, Lion
Air, dan Sriwijaya Air untuk langsung terbang ke Mesir. Tim evakuasi
dipimpin Wakil Kasau Marsdya TNI Sukirno dan telah berangkat ke Mesir
pada Senin (31/1) malam. Pada evakuasi tahap awal, yang menjadi
prioritas adalah anak-anak dan perempuan yang jumlahnya mencapai
sekitar 1.200 orang.
TNI juga telah menyiapkan tim dan lima
pesawat angkut C-130 Hercules untuk mengevakuasi WNI yang terjebak
kisruh politik di Mesir. Namun ada beberapa mahasiswa yang tidak ingin
pulang karena khawatir akan sulit kembali ke tanah Mesir lagi.
Sumber-sumber
ANTARA melaporkan sejumlah negara seperti Cina juga mengevakuasi para
warganya dari Mesir dan mengeluarkan peringatan agar tidak melakukan
perjalanan ke negara di Afrika Utara itu untuk sementara waktu sampai
situasi keamanan di sana stabil.
Akankah aspirasi rakyat kini
didengarkan? Ataukah sang presiden lebih mementingkan jaabatannya dan
menutup mata ketika ratusan orang tewas memperjuangkan suaranya?
(Angela Kartawijaya)